Jumat, 30 Juli 2010

Pantun Pendidikan

Pantun Pendidikan

Jika pergi ke padang datar
Jangan lupa pulang berlabuh
Jika kita kepingin pintar
Belajarlah sungguh-sungguh

Jika ingin mendulang cadas
Jangan lupa palu baja
Jika murid tumbuh cerdas
Guru pun ikut bahagia

Jika kamu pergi ke dusun
Jangan lupa bawa beras
Belajarlah dengan tekun
Agar kita naik kelas

Jika kita makan petai
jangan lupa makan kerupuk
Jika kita ingin pandai
Ranjin-rajin baca buku

Kehutan mencari rusa
Hendaklah membawa tali
Wahai anak-anak bangsa
Cepat bangun lekas mandi

Andai ini hari rugi
Tentu mujur esok lusa
Jangan lupa gosok gigi
Sebab kamu anak bangsa

Hendaklah melempar jangkar
Kalau ada perahu singgah
Kalau anak bangsa pintar
Negeri ini akan bangga

Masak angsa dikuali
Bukan saja di perigi
Hendaklah kamu mengabdi
Di pangkuan ibu pertiwi

Pergilah ke tepi kali
Jangan lupa bawa guci
Bangkitlah anak pertiwi
Bangunlah negerimu ini

Jika kita pegang kuas
Melukislah pada kertas
Jika anak bangsa cerdas
Bangsa pun berkualitas

Jika hendak kamu melamar
Jangan banyak tulis dihapus
Jika siswa rajin belajar
Sudah tentu pasti lulus


Jumat, 23 April 2010

Pantun dan Syair dalam Kesusastraan Melayu Klasik

Pantun pada mulanya adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan. Dalam kesusastraan, pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-hikayat popular yang sezaman. Kata pantun sendiri mempunyai asal-usul yang cukup panjang dengan persamaan dari bahasa Jawa yaitu kata parik yang berarti pari, artinya paribasa atau peribahasa dalam bahasa Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan umpama dan seloka yang berasal dari India.

Sedangkan kata pantun sendiri menurut Dr. R. Brandstetter, seorang berkebangsaan Swiss yang ahli dalam perbandingan bahasa berkata bahwa pantun berasal dari akar kata tun, yang terdapat dalam berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa Pampanga, tuntun berarti teratur; dalam bahasa Tagalog tonton berarti bercakap menurut aturan tertentu; dalam bahasa Jawa Kuno, tuntun berarti benang dan atuntun yang berarti teratur dan matuntun yang berarti memimpin; dalam bahasa Toba pantun berarti kesopanan atau kehormatan. Dalam bahasa Melayu, pantun berarti quatrain, yaitu sajak berbaris empat, dengan rima a-b-a-b. Sedangkan dalam bahasa Sunda, pantun berarti cerita panjang yang bersanjak dan diiringi oleh musik.

Menurut R. O. Winstedt yang setuju dengan pendapat Brandstetter mengatakan bahwasannya dalam bahasa Nusantara, kata-kata yang mempunyai akar kata yang berarti “baris, garis”, selanjutnya akan mempunyai arti yang baru yaitu “kata-kata yang tersusun” baik dalam bentuk prosa maupun puisi.

Ada satu perkara yang menarik yang kemudian telah diselidiki oleh beberapa orang sarjana, yakni mengenai ada tidaknya hubungan semantik {makna} antara pasangan pertama dengan pasangan kedua pada sebuah pantun. Sebagai contoh adalah pada pantun berikut:

Telur itik dari Sanggora

Pandan terletak dilangkahi

Darahnya titik di Singapura

Badannya terlantar ke Langkawi

Dari pantun di atas menurut Pijnapple dalam satu kertas kerja yang dibacakan di depan Kongres Sarjana Ketimuran VI di Leiden, pada tahun 1883 mengatakan bahwa antara pasangan pertama {biasa disebut sampiran} dan pasangan kedua {biasa disebut isi} mempunyai suatu hubungan yang erat.

Pijnapple, dalam analisisnya pada pantun di atas mengatakan bahwa Sanggora yang terletak di pantai timur Malaya {dekat Siam} sangat jauh letaknya. Tetapi tikar pandan yang terletak di depan kita sangat dekat. Seluruh pantun ini menunjukkan bahwa pembunuhan terjadi jauh dari tempat perkuburan. Tetapi menurut Ch. A. van Ophuijsen bahwa mencari hubungan antara kedua pasangan itu adalah pekerjaan yang sia-sia belaka. Karena ia kemudian memberikan contoh pada suatu pantun yang dirasanya sama sekali tidak mempunyai hubungan antara pasangan yang pertama dengan pasangan yang kedua. Pantunnya adalah sebagai berikut:

Satu, dua, tiga, enam

Enam dan satu jadi tujuh

Buah delima yang ditanam

Buah berangan hanya tumbuh.

Dengan pantun ini, semua pernyataan dari Pijnapple itu terbantah karena tak ada hubungan semantik antara kedua pasangan itu. Tetapi Winstedt tidak setuju dengan pendapat Ophuijsen, ia kemudian memberikan penjelasan mengenai tafsiran baru atas tafsiran Pijnapple atas pantun “telur itik dari Sanggora” yang intinya sangat jauh berbeda dengan apa yang ditafsirkan oleh Pijnapple. Ia menafsirkan pasangan pertama yaitu sebagai berikut:

Telur itik dari Sanggora

(telur itik yang ditetaskan pada ayam melambangkan seorang pengembara yang tiada berteman dan cacat)

Pandan terletak dilangkahi

(tikar pandan yang terletak di depan rumah-rumah orang Melayu yang berada tidak pantas diinjak dengan alas kaki melambangkan seorang wanita yang mau mengikut kita harus kita waspada dalam menerimanya)

jika kemudian dihubungkan dengan pasangan yang kedua menurut tafsiran Pijnapple menurut kami artinya akan menjadi seperti ini:

Seorang pengembara yang sendirian, yang tiada berteman juga cacat bertemu dengan seorang wanita yang mau menjadi istrinya yang kemudian ia dibunuh oleh wanita itu di suatu tempat tetapi kemudian dikuburkan jauh dari tempat ia dibunuh.

Menurut H. Overbeck yang terpengaruh oleh pendapat Abdullah Munsyi tentang pantun ialah bahwasannya pada pasangan pertama itu tidak mempunyai arti, tidak punya hubungan pikiran sama sekali atau hanya untuk menjadi penentu sanjak {rima} pada pasangan kedua.

Senin, 04 Januari 2010

Kekasih

Ungkapkan satu kata

Yang slama ini

Aku nantikan darimu

 

Ka’rna ku tak bisa

Membaca matamu

Mendengar bisikmu

 

Duhai kekasihku

Pujaan hatiku

Yang slalu hadir dalam mimpi-mimpiku

Kau slalu ku puja dan slalu ku damba

Dalam penantian hidup

Sepanjang masa

 

Dan ku lalui hariku tanpa dirimu

Dan tak ada lagi kisah yang ada disini

 

Janji Hati

Tatap matamu slalu membuatku terpaku

Senyum bibirmu slalu mengutar rasa syahdu

Tak lelah raga ini tuk temani harimu

Tak lekang jiwa ini tuk dampingi hidupmu

 

Mengucap suatu janji

Dalam hidup

Dalam mati

 

Yang ku ungkapkan padamu

Itu cinta

 

Kekasih

Pujaan hati

Yang slalu menghantui malamku dan mimpiku

 

Datanglah

Kembali

Sgra hampiri aku

Dekapku dan peluklah aku

 

Sang Waktu

Satu putaran musim telah berlalu

Semua terasa begitu cepat

Siang malam berjalan

Melupakanmu dan semua kenanganmu

Terkubur jauh dalam sebuah dendam

Dendam cinta berdinding kerinduan

 

Aku tak seperti yang dulu

Mungkin kau juga begitu

Aku tak peduli lagi

 Biarkan kau pergi

Membawa hati yang terluka

Menyimpan satu cita-cita

 

Cinta tak selamanya milik kita

Biarkan dia pergi

Menghilang

Memusnahkan asa

 

Jangan kau kenang lagi

Cinta yang pernah ada

Itu hanya kenangan indah

Dan satu mimpi buruk

Terlalu indah dilupakan

Terlalu sakit untuk disimpan

Aku dan hidup baruku

Aku dan sebuah cinta yang baru

Entah apa namanya

Begitu indah

Terasa perih

Namun bahagia

 

Dalam setiap degupan jantung

Ada satu kerinduan

Tersimpan satu cinta

Begitu dalam dan sangat dalam

 

Aku tak mampu menutupi

Tak bisa melupakan

Walau hanya sejenak

Sekedipan mata

Sedetik waktu

 

 

 

 

 

 

 

 

Cinta bukan malaikat

Cinta adalah matahari

Matahari untuk setangkai melati

Yang pernah layu

Yang terus menanti

 

Kisah itupun terus berjalan

Bukan dalam sebuah akhir yang indah

Namun awal dari sebuah kesempurnaan

Untuk melati yang menanti mataharinya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sangkakala

Sangkakala tertiup menerpa tiap wajah

Dan kesunyian terpecah bak ombak yang bergemuruh

Dalam setiap nestapa rindu yang terasa

Semak dalam dada pun  terasa sirna

Karena ada cinta disetiap tatapannya.

 

Kerlap kejernihan yang selalu memudar

Tiada batas tiada akhir

Karena mata hati yang kian menjauh

Terasa dekat terasa nyata           

 

Entah angin yang berhembus

Ataukah hati ini t’lah tertembus

 

Lambaian senja menyapa indah dunia

Membuka mata cakrawala yang mulai punah

Selamat datang jiwa yang tenang

Mulailah lembaran baru dari siang dan petang

 

 

 

 

Kesendirian

Malam ini aku sendiri

Tanpa dirimu menemaniku

 

Berbisik pada bintang

Bicara pada bulan

Berharap mereka mendengar

Dan sampaikan rindu ini kepadamu

 

Duhai kekasih hati

Dapatkah engkau merasa

Resah jiwaku

Saat ku tak temukan bayangmu

 

Duhai kekasih hati

Dapatkah engkau merasa

Resah jiwaku

Saat ku tak jumpai hadirmu

 

Datanglah sayangku

Tenangkan aku yang slalu merindumu

Hilangkan resah jiwaku ini

Dan jangan pernah kau lepaskanku

Untuk slamanya